Sabtu, 28 Maret 2009

Menungu Datangnya Kematian...

Ya Allah... Jika datang waktuku Bertemu dengan-Mu Izinkanlah aku Untuk bertaubat pada-Mu Ya Allah... Jika masa telah tiba Ku pergi dari dunia fana Ingatkanlah aku akan nama Allah Yang Maha Pencipta Ya Allah... Di sini ku menanti kapan datangnya mati Bertemu dengan Illahi Pencipta alam ini Ya Allah... Sampaikan salamku Untuk ibu dan ayahku Kerabat-kerabatku Dan sahabat-sahabatku Sampaikan pada mereka Bahwa kematianku akan tiba... Secepatnya...
....D'buat saat merasa kematian di ujung tanduk ^ 13 ApriL 2007 ^ ....

Jumat, 27 Maret 2009

Puisi dr Hati yg TerdaLam...

AKU DAN HARAPANKU

Aku adalah manusia yang lemah dan tak berdaya

Yang hanya bisa tertawa disaat bahagia

Dan hanya bisa menangis disaat terluka

Aku adalah manusia yang bodoh dan tak berguna

Yang hanya bisa berteriak ‘tolong’ saat butuh pertolongan

Dan hanya bisa ucapkan ‘terima kasih’ saat menerima kebaikan orang

Aku adalah manusia yang tak punya hati dan perasaan

Yang hanya bisa melihat penderitaan orang

Tanpa bisa berbuat apa-apa

Dan hanya bisa mendengar teriakan orang

Tanpa bisa menghentikan teriakan mereka

Aku adalah manusia yang banyak noda dan dosa

Yang hanya bisa berbuat apa yang kuinginkan

Tanpa tahu apakah perbuatan itu boleh atau dilarang

Dan hanya bisa memohon ampun atas segala kesalahan

Tanpa bisa merubah kesalahan menjadi kebaikan

Tapi aku adalah manusia yang punya harapan

Harapan tuk menjadi manusia yang kuat dan berdaya

Menjadi manusia yang berguna

Menjadi manusia yang punya hati dan perasaan

Dan mempunyai makna dari kehidupan

Karena aku hanyalah manusia biasa

Bukan malaikat yang tanpa dosa

Juga bukan syetan yang penuh dosa

Rabu, 25 Maret 2009

Kepuasan

Apa yang akan ‘sahabat’ lakukan jika sesuatu yang ‘sahabat’ inginkan tercapai? Bingung dengan pertanyannya? Gini deh. Misalnya kita pengen punya sepeda, suatu hari sepeda itu bisa kita beli dengan uang sendiri. Pertanyaannya, apa ‘sahabat’ merasa puas dengan apa yang ‘sahabat’ dapatkan? Well, saya kurang percaya dengan kepuasan ‘sahabat’. Saya yakin, ‘sahabat’ pasti punya keinginan untuk mendapatkan yang lebih dari sepeda. Motor, misalnya. Setelah dapat motor, pengen mobil, begitu seterusnya. Loh, emangnya salah jika kita mempunyai keinginan setelah keinginan yang lain tercapai?

Tenang, tidak ada seorang pun yang akan menyalahkan ‘sahabat’. Yup! Sebagai manusia, wajar saja jika kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita dapatkan. Malahan bagus banget lho jika kita mempunya rasa ketidakpuasan ini. Kebayang ngga kalo kita ngga punya rasa ini? Punya uang Rp 100,00 saja udah puas, tanpa mencari lagi uang yang banyak… hmm… gimana nantinya?

Kita harusnya bersedih jika kita tidak punya rasa puas ini. Jangan sampai kita mudah merasa puas kalo hasil yang kita dapatkan belum maksimal. Jangan sampai kita merasa puas dengan ilmu yang kita miliki sampai-sampai tidak mau lagi belajar. Tidak terkecuali dengan harta. Jangan merasa cukup dengan uang yang ada di saku, mobil avanza yang berjajar di garasi, alat-alat furniture yang terbuat dari emas, de-el-el.

Sekali lagi saya tekankan, JANGAN PERNAH MERASA PUAS!!!

Tapi,… kok tapi? Iya donk. Sesuatu yang ada di dunia ini ga akan rame kalo ga ada tapinya. Heuheu… ada satu hal yang harus kita ingat. Jangan pernah merasa puas kecuali dengan 3 hal.

Pertama, puas dalam melakukan kemaksiatan. Satu kali saja kita melakukan kemaksiatan, tekadkan diri untuk tidak mengulanginya lagi. Cukup satu kali saja kita terjerumus dalam lubang dosa. Contohnya berbohong. Biasanya, satu kali saja kita melakukan kebohongan, maka akan merentet pada kebohongan-kebohongan yang lain untuk menutupi kebohongannya itu. Makanya, tekadkan hati untuk mencukupi kebohongan itu.

Kedua, merasa cukup jika apa yang kita lakukan tidak berguna, tidak ada manfaatnya, dan hanya membuang waktu saja. Contohnya, main judi. Sekarang banyak kan remaja seusia kita yang melakukan judi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terakhir, puas dengan perbuatan yang tidak bernilai ibadah. Hidup kita seluruhnya adalah ibadah. Oleh karena itu, buat apa jika kita melakukan perbuatan yang tidak ada unsur ibadahnya. Ibadah bukan hanya rutinitas saja seperti shalat, zakat, puasa, tetapi main ke rumah teman saja dengan niat ingin mempererat tali silaturahmi adalah ibadah.

‘Sahabat’, semua tergantung pada niat kita. Karena niatlah yang mencerminkan kemana langkah kita akan melaju. Untuk itu, tancapkan niat dalam diri kita bahwa apapun yang kita lakukan tidak termasuk perbuatan maksiat, yang tidak berguna, dan tidak bernilai ibadah.

cerpen <5>

Ah, Deca…

*Versi k'2*

“Ca!” yang dipanggil langsung menoleh ke arahku. Hanya sekejap. Setelah itu ia kembali menekuni pekerjaannya, bertelepon ria. Kali ini entah dengan siapa Deca telpon-telponan. Selalu saja begitu. Setiap aku menghampirinya atau berada di sisinya, di telinga Deca pasti sudah terpasang headset. Aku sampai tidak hapal siapa saja teman telpon dan SMSnya. Buanyak sekali bo. Pusing dech! Aku sudah bosan mengingatkannya. Aku masih ingat percakapan antara kami sepulang sekolah.

“Ca, apa kamu ga bosen telpon-telponan terus kayak gitu? Ga panas tuh kuping? Ga takut tuli muda?” tanyaku yang saat itu dibonceng Deca. Abis, aku takut terjadi apa-apa. Tabrakan, misalnya. Karena Deca ga focus k eke motornya. Masa bonceng aku sambil telponan sama cowoknya…?

“Deca, kamu ga liat apa, di depan ada truk gede (emang ada ya truk yang kecil? Heuheu…)???” teriakku ke telinganya. Dan yang membuatku semakin sebel en kesel adalah dia malah ngakak (tertawa sodara-sodara).

“Aduh, Gis…. Pliz deh. Yang panas tuh kuping Eca, yang bakalan tuli juga Eca, bukan Agis. Kalo Eca yang telpon-telponan tapi Agis yang tuli, baru Eca boleh protes. Lagian, selama ini Eca baek-baek aja kan? Kuping Eca masih normal, dan yang pasti… I’m happy!!!”

Setelah itu aku ga bias ngapa-ngapain lagi. Cape sendiri. Yah… mudah-mudahan… Deca sadar sendiri dan mulai mengurangi jatah waktunya tuk nelpon para cowok bego (ih, itu asli kata Indah lho…. Sebutan para cowok yang suka telponan sama Deca).

* * *

“Gis, ngaji ke mesjid Al-Ma’mun yuk!” ajak Deca sambil narik-narik bajuku. Kayak anak kecil aja… saat itu aku baru aja selesai shalat isya. Belum sempat makan. Tapi bukan itu yang membuatku kaget. Deca ngajak ke pengajian? Di mesjid Al-Ma’mun, lagi? Wah, asli deh. Aneh banget. Keajaiban dunia, friend! Biasanya kalo aku ajak dia ke pengajian, dia pasti nolak. Secara halus maupun sebaliknya. Makanya, dengan sisa-sisa keherananku, walaupun aku rada malas, aku pergi aja ke pengajian itu. Demi merayakan perubahan Deca.

* * *

“Gis, ke Al-Ma’mun lagi, yuk!” ajak Deca. Aku hanya mendelik. Kapok. Ga mau lagi deh nganter en sama-sama Deca ke jalan Al-Ma’mun. Minggu kemaren aku seneng banget dengan perubahan Deca yang mau ke pengajian. Tapi itu sebelum aku tau apa motif kepergiannya itu. Setelah tau motif Deca yang sebenarnya pengen ketemuan sama salah satu temen cowoknya di HP, kapok deh! Aku cumin dijadikan kambing congek. Aaaa…. Deca….

Katanya, Deca ga diijinin keluar rumah sama ibunya kalo untuk ketemuan sama cowok. Makanya, Deca menggunakan aku sebagai tumbal dan bilang ke orang tuanya kalo dia mau ke pengajian sama aku. Mereka ga akan curiga kalo Deca perginya sama aku. Aku kan anak baik (Ciye…. Narsis euy!).

Aku ngga bisa berbuat apa-apa selain berdoa supaya Deca berubah, kembali seperti yang dulu. Semoga kau berubha Deca…. Aku merindukan sosok Deca yang seperti dulu. Deca yang baik, yang selalu digandrungi sama sahabat-sahabatnya. Ah, Deca…

cerpen <4>

SESUATU YANG PALING TIDAK KUINGINKAN
Kalo ada orang yang tanya padaku, apa sih yang paling tidak kuinginkan? Maka aku tidak akan berfikir dua kali untuk menjawabnya: Sesuatu yang paling sangat tidak kuinginkan adalah PUNYA ADEK. Yup! Bagiku, kehadiran seorang adek hanya sebagai pengganggu saja. Di rumah, di luar rumah, diii… mana saja. Dia hanya mengganggu ketentraman hidupku. Dia hanya sebagai perusak kebahagiaanku. Coba aja bayangin. Waktu aku belum punya adek, aku lah yang paling disayang sama Papa, dimanja sama mama, dan dikabulkan semua permintaanku. Tapi semenjak dia datang, uuuh… semuanya jadi berantakkan. Ga disayang lagi. Ga dimanja lagi. Minta ini ga boleh. Mau itu harus dibagi- bagi sama adek. Sebel, kan ??? Udah jatah jajan dikurangi, eeh… jatah manja- manjaan apalagi.
Yang paling sangat menyebalkan adalah… aku harus mencuci baju, celana, sama popoknya. Bisa dibayangin gimana baunya celana dia. Uuuh… baaauuu…. Tidak cukup sampai di situ saja penderitaanku. Makhluk kecil ini ternyata sepertinya menyukaiku. Dia hanya mau bermain denganku di samping mama dan papa. Dia ngga mau diasuh oleh baby sitter sewaan papa, apalagi sama keponakan papa yang wajahnya menyeramkan itu.
Sekali lagi, sepertinya dia munyukaiku. Otomatis, aku lah yang harus mengasuhnya setelah pulang sekolah. Menyebalkan! Pokoknya, semenjak dia hadir di tengah keluargaku, aku jadi super menderita. Ah, andai saja aku tidak punya adek, mungkin…
“Gubrak!!!” suara itu sangat jelas sekali di telingaku. Oh, tidak! Dia… dia jatuh dari tempat tidur. Aku sangat takut saat kulihat dia tidak bergerak. Oh, my God…
* * *
“Eri… adikmu…” mama melukku dengan tetap menagis. Aku ngga tahu kenapa ia tidak melanjutkan kata- katanya. Yang aku tau, aku segera berlari ke kamar ‘Melati 102’. Kulihat tubuhnya yang kaku, tidak bergerak. Ya Tuhan, kenapa aku menangis? Bukankah aku ingin dia pergi? Bukankah aku tidak mau punya adek? Tapi kenapa? Kenapa air mata ini…
Tanpa sadar, aku mengguncang- guncangkan tubuh adekku supaya dia bangun. Aku ngga mau hal ini terjadi. Aku ngga mau kehilangan dia. Aku ingin dia menemani hari- hariku seperti biasa. Tapi dia tetap tidak bergerak.
Ya Tuhan, aku janji. Jika adekku bangun dan sembuh, aku akan menyayanginya sepenuh hatiku. Aku akan menjaganya semampuku. Ya, Tuhan…
* * *
“Ka… kok kaka melamun sih? Ngelamunin pacarnya ya….?” Goda adekku manja. Dasar! Mana sempet aku mikirin pacar. Wong pacarnya aja blom punya.
Ah, Geo… andai aja kamu tau, kaka sediiiiih banget. Kamu tau kenapa? Karena kaka menyesal. Kaka menyesal telah menelantarkan adek kaka yang selama ini baru kaka sadari kalo kaka menyayanginya. Apakah dia tau kalo aku mencintainya?
“Kalo bukan ngelamunin pacar, trus apaan donk? Mikirin Geo ya? Ayo ngaku!” selidik Geo sambil tak lupa mengguncang badanku hingga aku jatuh ke belakang.
“Kok kamu tau, sayang?” tanyaku balik. Aku ingin mengujinya.
“Ya iya lah…. Aku yakin kaka lagi mikirin aku karena aku juga lagi mikirin kaka.” Jawabnya membuat hidungku kembang kempis keGRan. Aku terharu. Tanpa sadar, aku memeluknya erat. Ya, Tuhan, aku mohon, jangan pisahkan lagi aku dengan adekku yang sangat aku sayangi ini! Aku ngga mau kalo sampe kejadian itu terulang lagi. Aku ngga mau. Aku ngga mau kehilangan kamu, Geo. Cukup hanya satu kali penyesalan yang aku alami. Cukup hanya Isna saja yang aku telantarkan. Isna, semoga kamu mendengarku di alam sana . Aku sayang sama kamu. Maafkan atas semua kesalahan uang kaka lakukan padamu sewaktu kamu masih hidup. Sekarang kita punya adek. Dia adalah Geo. Kaka sangat sayang sama dia, seperti rasa sayang kaka pada Isna. Kaka janji. Kaka ngga akan menyakitinya. Kaka akan mencintainya sepenuh jiwaku.
Kurasakan ada pelukan hangat dari adekku, Geo. Sungguh, tidak ada yang patut melukiskan kebahagiaanku melihat aku telah bersama dengan adek yang aku cintai dan mencintaiku.
Ya, Tuhan. Kini aku sadar. Sesuatu yang paling tidak aku inginkan adalah kehilangan adek.
Spesial bwt aDe eL... I Love You...

cerpen <3>

Demo lagi, demo lagi. Sepertinya ngga ada kegiatan lagi selain demo ini yang bisa dilakukan di negara kita, Indonesia . Demo penolakan kenaikan BBM lah, demo kebebasan beragama, demo emansipasi wanita lah, de-el-el. Kita emang negara yang demokrasi, tapi kalo harus menekan korban jiwa sih, apa itu yang dinamakan demokrasi??? “Emang. Demokrasi. Tapi demokrasi yang kebablasan.”begitulah kata temenku, Dewi. Aku setuju banget dengan pendapatnya.
“Lain kali, aku juga mau demo ah. Demo tentang kebebasan mengerjakan PR!”seru Fita. Kami semua tertawa. Ternyata Fita masih menyimpan n’ menimbun rasa dendamnya pada Bu Ratna yang telah menghukumnya karena tudak mengerjakan PR Matematika. Selain harus mengerjakan tugasnya yang fery doble, Fita juga harus mengumpulkan tusuk sate sebanyak 10 tusuk yang ada di halaman sekolah, yang menurutku tidak akan sampai 5 tusuk jumlahnya. Mana ada sampah yang berserakan di sekolah kami ini. Karena kalo ketahuan buang sampah sembarangan akan dihukum. Tau ngga apa hukumannya? Mindahin sampah yang ada di dalam tong sampah depan kelas 1 sampai kelas 3 ke TPAS alias Tempat Pembuangan Akhir Sekolah yang tepatnya berada di belakang sekolah. Bukan itu aja. Mereka juga harus memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Wua… mana ada yang mau belepotan sampah yang bau itu hanya karena males buang plastik bekas permen. Ngga ada yang mau ambil resiko.
So, dengan sangat terpaksa sekali, Fita yang tidak menemukan 1 tusuk sate pun di halaman sekolah, rela ngubek-ngubek sampah di TPAS yang super bau itu untuk nyari 10 tusuk sate. Menyebalkaaaaaaaaaaan!!!!!! Begitulah teriak Fita selesai mendapatkan 15 tusuk sate yang ia dapatkan dengan sangat susah payah sekali. Dia sempet-sempetnya ngumpulin tusuk sate lebih dari yang dibutuhkan.
“Ini tusuk sate cadangan kalo suatu hari nanti dihukum lagi.”Gerutunya sebel.
“Emangnya kamu udah punya rencana buat dihukum lagi, Ta?”tanyaku menggodanya. Abis, aku paling seneng kalo godain orang yang lagi cemberut. Apalagi kalo Fita yang cemberutnya. Lucu…..
“Yah, sapa tauminggu depan kamu lupa ngerjain PR. Jadi, aku udah bantu nyariin nih. Aku kan sobat yang care. Ngga kayak kalian. Bukannya bantu nyariin, malah ngetawain… dasar!” gerutunya lagi makin cemberut.
“sorry deh, Ta. Tadi kita sebenernya bantu nyariin kok. Cuman sayangnya ngga dapet-dapet. Mm… tapi kita kan dah bantu, ye…” sela Dewi membela diri.
“Huuh…”
“Eh, ngomong-ngomong, demonya jadi ngga nih?”tantangku mengingatkan Fita dengan niatnya yang akan pengen demo.
“Demo? Males ah. Soalnya, mau gimanapun, yang namanya demo, ngga bisa ngerubah keputusan.bukan penyelesain masalah yang kita dapatkan. Malah penambahan masalah. Nanti yang ada malah kena hukuman lagi, deh.”
Setelah ngucapin kata-kata itu, Fita langsung beranjak dari kursi dan berlalu ke kelas karena bel masuk berbunyi.
Fita benar. Katanya, dia sering liat berita-berita di TV yang infonya tentang demo-demoan melulu. Dan Fita tau. Bukan solusi yang didapatkan dari demo. Tapi masalah yang semakin bertambah.
Kalo ngga salah sih, begitu yang diucapkan Fita pada waktu yang lalu. Ada benernya juga sih. Soalnya, keadaan di Indonesia saat ini, dengan sering diadakannya demo yang dilakukan oleh beberapa pihak, malah membuat keadaan semakin rumit.
^_^

Cerpen <2>

DECA

“Ca!”

Yang dipanggil langsung menoleh ke arahku. Hanya sekejap. Setelah itu ia kembali menekuni kerjaannya. Bertelepon ria. Selalu saja begitu. Setiap aku menghampirinya atau ada di sisinya, di telinganya pasti sudah terpasang headset dan sedang cuap-cuap sama cowoknya. Kali ini, entah dengan siapa Deca telpon-telponan. Aku sampai tidak hapal siapa saja temen telpon dan SMS-annya. Saking buanyaknya, bo. Puzing deh.

Aku udah bosen mengingatkannya. Aku masih ingat percakapan kami sepulang sekolah.

“Ca, apa kamu ga bosen telpon-an terus kayak gitu? Ga panas tuh kuping? Ga takut tuli muda?” tanyaku saat dibonceng sama Deca. Abis, aku takut banget terjadi apa-apa. Tabrakan, misalnya. Krena Deca ngga focus ke motornya. Masa bonceng aku sambil telpon-an sama cowok…. Dasar!

“Deca…. Kamu ga liat apa, di depan ada truk, tau!!!” teriakku ke telinganya biar rebek sekalian. Dan yang membuatku semakin kesel en sebel, dia malah ngakak. Tertawa sodara-sodaraku sekalian…

“Aduu…. Gis…. Please deh! Yang panas kan kuping Eca. Yang tuli juga kuping Eca. Bukan Agis. Kalo Eca yang teleponan tapi Agis yang tuli, baru Agis boleh protes. Lagian… selama ini Eca baek-baek aja kan? Kuping Eca masih normal. Dan yang pasti, I’m happy!!!” setelah itu, aku ga bias apa-apa lagi. Cape sendiri. Yah… mudah-mudahan Deca sadar sendiri dan mulai mengurangi jatah waktunya untuk telponan sama para cowok bego (eh, itu asli kata Indah, lho…. Sebutan para cowok yang suka teleponan sama Deca)

* * *

“Gis, solat taraweh ke Al-Ma’mun, yuk!” ajak Deca sambil menarik-narik mukena yang masih kupakai. Aku baru saja selesai shalat Maghrib. Belum sempat makan makan acan. Padahal perut lapar banget setelah seharian ga makan dan minum. Tapi bukan itu yang membuatku kaget. Deca ngajak ke mesjid? Mesjid Al-Ma’mun, lagi? Wah, asli deh. Aneh banget. Malem-malem sebelumnya, kalo aku ajak ke mesjid An-Nur yang ada di dekat rumah kami, dia selalu menolaknya. Alasannya sih ga masuk akal, pastinya. Males, katanya. Tapi sekarang? Deca ngajak ke mesjid Al-Ma’mun yang bacaannya pada panjang itu? Duh, keajaiban dunia, friend!

* * *

“Gis, nanti taraweh ke mesjid Al-Ma’mun lagi, yuk!” ajak Deca. Aku hanya mendelik. Kapok. Ga mau lagi deh nganter or sama-sama Deca ke mesjid Al=Ma’mun. kemaren, aku seneng banget ngeliat perubahan Deca yang mau shalat tarawih ke Al-Ma’mun. tapi itu sebelum aku tau motif kepergiannya itu. Setelah tau motif Deca yang sebenarnya pengen ketemuan sama salah satu temen cowoknya di HP… kapok deh. Aku cuman dijadikan kambing conge. Aaaaaaaa……. Decaaaaaaaaaaa…… Katanya, Deca ga diijinin keluar rumah kalo untuk ketemuan sama cowok. Makanya Deca menggunakan aku sebagai tumbal dan bilang ke ortunya kalo kami mau shalat tarawih ke Al-Ma’mun. dasar! Emangnya aku apaan?!?!

Deca, di bulan yang suci ini, aku berharap dan berdo’a, semoga kamu berubah. Semoga di bulan yang penuh berkah ini, kamu diberi hidayah oleh Allah. Jadikanlah bulan yang penuh hikmah ini sebagai ajang pelatihan untuk menjadi pribadi yang baik dan shaleh. Aamiin…

Selasa, 24 Maret 2009

Untuk Sahabatku...

Sabar! Hmm.... mungkin kata inilah yang sering saya katakan pada orang yang curhat pada saya. Ishbir! Sabarlah! Sabarlah kawan....! Beragam alasan yang akan saya luncurkan mengapa harus bersabar... Diantaranya: >> Innallaaha Ma'ashsaabiriin.... >> Allah punya rencana lain dibalik masalah yg kita hadapi... >> Mungkin Allah sayang sama kita... Itulah salah satu bukti cinta-Nya... >> Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Ahasabannaasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wahum laa yuftanuun". (QS. Al-Ankabut: 2). Dalam ayat tersebut Allah tidak akan menyebut seseorang sebagai orang beriman sebelum mereka diuji. Karena itulah, anggap saja semua masalah yang kita hadapi itu sebagai ujian, bukti keimanan kita. Dan semoga kita lulus dalam ujian tersebut... Aamiin... >> Hidup adalah masalah, yang harus kita hadapi dengan sabar. Sabar di sini bukan hanya diam dan pasrah saja. Tapi tentu saja berusaha dan berdo'a... >> Laa takhaf walaa tahzan. Innallaaha ma anaa... >> Hadapi semua dengan senyuman... >> Jadikan semuanya sebagai proses pendewasaan diri... dan bla...bla...bla... Intinya, 2 hal yang bisa saya simpulkan, kita harus sabar dan ikhlas... Taukah sahabat, sebenarnya 2 kata tersebut adalah 2 kata yang mudah diungkapkan tapi sulit untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya, itu menurut saya. Benar juga apa yang dikatakan oleh salah satu ustadz saya, untuk orang lain, 2 kata itu sangat mudah diucapkan. tp untuk diri sendiri... Masya Allah... sulit skali... Tapi, tentu saja kita harus berusaha untuk bisa melakukan hal itu. Karena jika kita sudah memilikinya... beruntunglah kita. Dengan begitu kita akan mudah dalam menghadapi perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan rintangan... Selamat menghadapi cobaan dengan sabar... Hadapi semua dengan senyuman sobat...!