Rabu, 25 Maret 2009

cerpen <5>

Ah, Deca…

*Versi k'2*

“Ca!” yang dipanggil langsung menoleh ke arahku. Hanya sekejap. Setelah itu ia kembali menekuni pekerjaannya, bertelepon ria. Kali ini entah dengan siapa Deca telpon-telponan. Selalu saja begitu. Setiap aku menghampirinya atau berada di sisinya, di telinga Deca pasti sudah terpasang headset. Aku sampai tidak hapal siapa saja teman telpon dan SMSnya. Buanyak sekali bo. Pusing dech! Aku sudah bosan mengingatkannya. Aku masih ingat percakapan antara kami sepulang sekolah.

“Ca, apa kamu ga bosen telpon-telponan terus kayak gitu? Ga panas tuh kuping? Ga takut tuli muda?” tanyaku yang saat itu dibonceng Deca. Abis, aku takut terjadi apa-apa. Tabrakan, misalnya. Karena Deca ga focus k eke motornya. Masa bonceng aku sambil telponan sama cowoknya…?

“Deca, kamu ga liat apa, di depan ada truk gede (emang ada ya truk yang kecil? Heuheu…)???” teriakku ke telinganya. Dan yang membuatku semakin sebel en kesel adalah dia malah ngakak (tertawa sodara-sodara).

“Aduh, Gis…. Pliz deh. Yang panas tuh kuping Eca, yang bakalan tuli juga Eca, bukan Agis. Kalo Eca yang telpon-telponan tapi Agis yang tuli, baru Eca boleh protes. Lagian, selama ini Eca baek-baek aja kan? Kuping Eca masih normal, dan yang pasti… I’m happy!!!”

Setelah itu aku ga bias ngapa-ngapain lagi. Cape sendiri. Yah… mudah-mudahan… Deca sadar sendiri dan mulai mengurangi jatah waktunya tuk nelpon para cowok bego (ih, itu asli kata Indah lho…. Sebutan para cowok yang suka telponan sama Deca).

* * *

“Gis, ngaji ke mesjid Al-Ma’mun yuk!” ajak Deca sambil narik-narik bajuku. Kayak anak kecil aja… saat itu aku baru aja selesai shalat isya. Belum sempat makan. Tapi bukan itu yang membuatku kaget. Deca ngajak ke pengajian? Di mesjid Al-Ma’mun, lagi? Wah, asli deh. Aneh banget. Keajaiban dunia, friend! Biasanya kalo aku ajak dia ke pengajian, dia pasti nolak. Secara halus maupun sebaliknya. Makanya, dengan sisa-sisa keherananku, walaupun aku rada malas, aku pergi aja ke pengajian itu. Demi merayakan perubahan Deca.

* * *

“Gis, ke Al-Ma’mun lagi, yuk!” ajak Deca. Aku hanya mendelik. Kapok. Ga mau lagi deh nganter en sama-sama Deca ke jalan Al-Ma’mun. Minggu kemaren aku seneng banget dengan perubahan Deca yang mau ke pengajian. Tapi itu sebelum aku tau apa motif kepergiannya itu. Setelah tau motif Deca yang sebenarnya pengen ketemuan sama salah satu temen cowoknya di HP, kapok deh! Aku cumin dijadikan kambing congek. Aaaa…. Deca….

Katanya, Deca ga diijinin keluar rumah sama ibunya kalo untuk ketemuan sama cowok. Makanya, Deca menggunakan aku sebagai tumbal dan bilang ke orang tuanya kalo dia mau ke pengajian sama aku. Mereka ga akan curiga kalo Deca perginya sama aku. Aku kan anak baik (Ciye…. Narsis euy!).

Aku ngga bisa berbuat apa-apa selain berdoa supaya Deca berubah, kembali seperti yang dulu. Semoga kau berubha Deca…. Aku merindukan sosok Deca yang seperti dulu. Deca yang baik, yang selalu digandrungi sama sahabat-sahabatnya. Ah, Deca…

1 komentar:

AiLy mengatakan...

ditunggu comment'y...

^_^