Rabu, 25 Maret 2009

Kepuasan

Apa yang akan ‘sahabat’ lakukan jika sesuatu yang ‘sahabat’ inginkan tercapai? Bingung dengan pertanyannya? Gini deh. Misalnya kita pengen punya sepeda, suatu hari sepeda itu bisa kita beli dengan uang sendiri. Pertanyaannya, apa ‘sahabat’ merasa puas dengan apa yang ‘sahabat’ dapatkan? Well, saya kurang percaya dengan kepuasan ‘sahabat’. Saya yakin, ‘sahabat’ pasti punya keinginan untuk mendapatkan yang lebih dari sepeda. Motor, misalnya. Setelah dapat motor, pengen mobil, begitu seterusnya. Loh, emangnya salah jika kita mempunyai keinginan setelah keinginan yang lain tercapai?

Tenang, tidak ada seorang pun yang akan menyalahkan ‘sahabat’. Yup! Sebagai manusia, wajar saja jika kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita dapatkan. Malahan bagus banget lho jika kita mempunya rasa ketidakpuasan ini. Kebayang ngga kalo kita ngga punya rasa ini? Punya uang Rp 100,00 saja udah puas, tanpa mencari lagi uang yang banyak… hmm… gimana nantinya?

Kita harusnya bersedih jika kita tidak punya rasa puas ini. Jangan sampai kita mudah merasa puas kalo hasil yang kita dapatkan belum maksimal. Jangan sampai kita merasa puas dengan ilmu yang kita miliki sampai-sampai tidak mau lagi belajar. Tidak terkecuali dengan harta. Jangan merasa cukup dengan uang yang ada di saku, mobil avanza yang berjajar di garasi, alat-alat furniture yang terbuat dari emas, de-el-el.

Sekali lagi saya tekankan, JANGAN PERNAH MERASA PUAS!!!

Tapi,… kok tapi? Iya donk. Sesuatu yang ada di dunia ini ga akan rame kalo ga ada tapinya. Heuheu… ada satu hal yang harus kita ingat. Jangan pernah merasa puas kecuali dengan 3 hal.

Pertama, puas dalam melakukan kemaksiatan. Satu kali saja kita melakukan kemaksiatan, tekadkan diri untuk tidak mengulanginya lagi. Cukup satu kali saja kita terjerumus dalam lubang dosa. Contohnya berbohong. Biasanya, satu kali saja kita melakukan kebohongan, maka akan merentet pada kebohongan-kebohongan yang lain untuk menutupi kebohongannya itu. Makanya, tekadkan hati untuk mencukupi kebohongan itu.

Kedua, merasa cukup jika apa yang kita lakukan tidak berguna, tidak ada manfaatnya, dan hanya membuang waktu saja. Contohnya, main judi. Sekarang banyak kan remaja seusia kita yang melakukan judi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terakhir, puas dengan perbuatan yang tidak bernilai ibadah. Hidup kita seluruhnya adalah ibadah. Oleh karena itu, buat apa jika kita melakukan perbuatan yang tidak ada unsur ibadahnya. Ibadah bukan hanya rutinitas saja seperti shalat, zakat, puasa, tetapi main ke rumah teman saja dengan niat ingin mempererat tali silaturahmi adalah ibadah.

‘Sahabat’, semua tergantung pada niat kita. Karena niatlah yang mencerminkan kemana langkah kita akan melaju. Untuk itu, tancapkan niat dalam diri kita bahwa apapun yang kita lakukan tidak termasuk perbuatan maksiat, yang tidak berguna, dan tidak bernilai ibadah.

Tidak ada komentar: